BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami
al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai
pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan
“khalifah” artinya menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan
komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan
hukum-hukum agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri
diatas kebenaran.
Maka yang
menggantikan Nabi disebut Khulafaur Rasyidin. Maka dari itu kami akan membahas
orang-orang yang termasuk di dalam Khulafaur Rasyidin.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang yang kami akan bahas, maka rumusan masalah yang kami temukan yaitu:
1. Bagaimana
perkembangan Islam pada masa Abu Bakar Siddiq?
2. Bagaimana
perkembangan Islam pada masa Umar bin Khattab?
3. Bagaimana
perkembangan Islam pada masa Utsman bin ‘Affan?
4. Bagaimana
perkembangan Islam pada masa Ali bin Abi Thalib?
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah:
1. Untuk
mengetahui perkembangan Islam pada masa Abu Bakar Siddiq
2. Untuk
mengetahui perkembangan Islam pada masa
Umar bin Khattab
3. Untuk
mengetahui perkembangan Islam pada masa Utsman bin ‘Affan
4. Untuk
mengetahui perkembangan Islam pada masa
Ali bin Abi Thalib
BAB
II
PEMBAHASAN
Khulafaurrasyidin
berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari kata khulafa dan arrasyidin.
Khulafa menunjukkan banyak, artinya banyak khalifah. Jika satu saja disebut
Khalifah, artinya pemimpin (sesudah Nabi wafat). Arrasyidin artinya arif
bijaksana.
Jadi Khulafaurrasyidin,
artinya pemimpin yang bijaksana sesudah Nabi wafat. Yaitu sebagai kepala negara
dan Pemimpin Umat Islam setelah Rasulullah SAW wafat.
Khulafaur ar-Rasyidin
ada 4 orang, yaitu:
A. Abu
Bakar Siddik
B. Umar
Ibn Khattab
C. Utsman
Ibn Affan
D. Ali
Ibn Abi Thalib
Jadi, hanya mereka
berempatlah yang disebut Khulafaur ar-Rasyidin karena merekalah yang secara
berurutan mengganti posisi Nabi Muhammad SAW setelah beliau wafat.[1]
A.
Abu
Bakar Al-Siddiq (11-13 H/632-634M)
1. Asal
Usul Abu Bakar
Abu Bakar Siddiq adalah keturunan bangsa Quraisy.
Nama lengkapnya yaitu Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi.[2] Ia
dilahirkan di Mekkah dua tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu pada tahun
573 M. Di masa Jahiliyah ia dikenal dengan sebutan ‘Abdul Ka’ab atau ‘Abdul
‘Uza. Jadi, Abu Bakar Siddiq adalah sebuah nama julukan. Kata-kata “Abu Bakar”
berarti orang yang paling pagi atau paling dini, maksudnya, dialah orang yang
paling pertama dan paling dini mempercayai kerasulan Muhammad SAW. Sedangkan
kata-kata “Al-Siddiq” berarti orang yang paling percaya. Julukan ini diberikan
kepada Abu Bakar karena ia orang yang paling pertama mempercayai peristiwa
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Jadi, nama Abu Bakar yang sering kita sebut bukan
merupakan nama asli dari seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW, tapi nama
julukannya. [3]
2. Sifat-Sifat
Abu Bakar[4]
Abu Bakar Siddiq
memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Hatinya
kuat mendukung Islam
b. Jujur
dan amanah
c. Kemauan
dan pendiriannya kuat
d. Berani
bertindak
e. Pemaaf
f. Dermawan
g. Percaya
pada diri sendiri
3. Peran
Abu Bakar Siddiq pada masa Hayat Rasulullah[5]
Setelah memeluk Islam, Abu Bakar menumpahkan seluruh
perhatiannya untuk mengabdi dan menyiarkan Islam. Ia berhasil menarik
pembesar-pembesar Quraisy untuk mengikuti jejaknya memeluk Islam. Di antara
mereka yang berhasil ditariknya masuk Islam adalah Utsman Ibn ‘Affan, Abd
al-Rahman Ibn ‘Auf, dan Zubeir Ibn ‘Awwam. Disamping itu, banyak sekali
perjuangannya untuk Islam pada masa-masa awal kebangkitan Islam di saat
Rasulullah masih hidup. Terutama sekali, dengan kekayaannya, Abu Bakar sering
membeli budak yang disiksa oleh orang quraisy dan kemudian dimerdekakannya.
Pada perkembangan selanjutnya budak-budak itu menjadi pejuang Islam yang gigih
dalam membela Islam, seperti Bilal.
Kemudian persahabatan Nabi dengan Abu Bakar menjadi
lebih erat lagi ketika Aisyah, anak Abu Bakar, dikawinkan dengan Nabi Muhammad
SAW. Oleh karena itu, Abu Bakar kerap tampil sebagai pembela Nabi Muhammad SAW
apabila ia melihat Rasulullah disakiti orang-orang Quraisy.
Peran terbesar Abu Bakar di masa hayat Rasulullah
SAW adalah ketika ia menemani Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrah dari
Mekkah ke Madinah. Mereka berdua dikejar-kejar orang-orang Quraisy untuk
dihalang-halangi hijrah dan juga akan dibunuh.
4. Sistem
politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar[6]
Kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam
mengemban kekhalifahannya yaitu:
a. Mengirim
pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai
realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya
dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan
kebijaksanaan khalifah ini.
b. Timbulnya
kemunafikan dan kemurtadan. Kepribadian Nabi Muhammad yang dinamis menyebabkan
seluruh bangsa Arab bersatu. Disamping itu, banyak suku Arab yang menganggap
bahwa persetujuan mereka dengan Nabi sebagai persetujuan pribadi yang berakhir
dengan wafatnya Nabi. Adapun orang yang murtad pada waktu itu yaitu:
a). Mereka yang mengaku Nabi dan pengikutnya,
termasuk didalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan
kebiasaan jahiliyah.
b).
Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat
dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi
kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi
mereka sampai tuntas.
c. Mengembangkan
wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan
Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4
panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah
di Homs, Amru bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan.
Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin
Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah
berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah Irak dan Persia. Dalam
peperangan melawan Persia disebut “pertempuran berantai”. Hal ini karena
perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang
dilakukan oleh Abu Bakar:[7]
a. Pemerintahan
berdasarkan musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu
mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau
mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak
ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik
dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah
pembahasan, diskusi dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu
keputusan dan suatu peraturan.
b. Amanat
Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal
adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak
mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang
berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan
tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan
pribadi.
c. Konsep
Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah Beliau
jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya.
d. Kekuasaan
Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau
diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu
kekuasaan yang lebih tinggi dari undang-undang. Dan mereka itu dihadapan
undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum muslim maupun non
muslim.
5. Khalifah
Abu Bakar Shiddiq wafat[8]
Khalifah Abu Bakar memerintah dengan bijaksana
selama 2 tahun 3 bulan 10 hari dan beliau wafat pada tahun 13 Hijriah = 634
Masehi. Pada saat berkecamuknya peperangan di Yarmuk itulah Abu Bakar wafat
dalam usia 63 tahun.
Abu Bakar Shiddiq dimakamkan pada hari Selasa
tanggal 23 Jumadil Akhir 13 Hijriah, dekat makam Rasulullah.
B.
Umar
Bin Al-Khattab (13-23 H/624-644)
1. Asal
Usul Umar bin Al-Khattab[9]
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail
bin Abdil Uzza bin Ribaah bin Abdullah bin Qarth bin Razaah bin Adiy bin Kaab.
Ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Mahzum.
Ia berasal dari suku Adiy, suatu suku dalam bangsa Quraisy yang terpandang
mulia, megah dan berkedudukan tinggi. Dia dilahirkan 14 tahun setelah kelahiran
Nabi. Pada masa mudanya, sebelum masuk Islam, Umar terkenal sebagai orang yang
memiliki kemampuan dan kelebihan dikalangan kaum Quraisy dalam bidang seni dan
diplomasi.
2. Sifat-sifat
Umar bin Khattab[10]
Umar bin Khattab
memiliki sifat yaitu:
a. Memiliki
wibawa yang besar
b. Hidupnya
sangat sederhana
c. Berjiwa
kerakyatan (demokrasi)
d. Suka
menolong sesama
e. Menghargai
sesama orang lain
f. Jujur
dalam segala hal
g. Adil
dalam segala hal
h. Pemberani
terhadap kebenaran
i. Tidak
takabur
j. Bijaksana
3. Umar
Diangkat Menjadi Khalifah[11]
Di saat Abu Bakar mendekati ajalnya, kaum muslimin
sedang menghadapi peperangan dengan kerajaan Persia dan Romawi. Pasukan Islam
di Irak terpaksa mengundurkan diri di perbatasan karena tidak kuat menghadapi
musuh yang jumlahnya berlipat ganda. Sedangkan pasukan Islam di Syam sedang
bertempur mati-matian melawan bala tentara Rum di lembah Yarmuk. Pertempuran
itu belum bisa diketahui siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Pasukan Islam yang sedang dalam medan pertempuran
itu sangat memerlukan bantuan, baik jumlah pasukan maupun jumlah persediaan
lainnya.
Pada saat itu Abu Bakar berpikir, kalau dia tidak
menetapkan siapa yang akan menggantikan Khalifah sesudahnya maka akan timbul
bahaya yang besar, sebagaimana yang terjadi ketika Rasulullah wafat.
Dengan dasar pertimbangan itu dan mengingat pula
kepahlawanan Umar, maka Abu Bakar mengajukan calon Umar bin Khattab. Akhirnya
pencalonan Umar bin Khattab ini disetujui oleh kaum muslimin.
Setelah wafatnya Abu Bakar maka khalifah diberikan
kepada Umar bin Khattab sesuai wasiat Abu Bakar.
4. Penaklukan
Syiria[12]
Pengepungan Damaskus, salah satu pusat Siria yang
paling penting, sudah dimulai sejak zaman Abu Bakar, tetapi kota itu dapat
direbut dalam masa pemerintahan Umar. Setelah penaklukan Damaskus, umat Islam
mengalihkan perhatiannya ke arah Yordania, tempat bangsa Romawi mulai
menghimpun kekuatan yang dikirim oleh Heraclius untuk membebaskan Damaskus.
Setelah jatuhnya Damaskus dan Yordania, tinggal tiga
kota penting lainnya akan ditaklukkan, yang berarti penaklukan Siria. Ketiga
kota ini ialah Yerusalem, Hims (Amasi) dan Antiokia.
5. Pemberhentian
Khalid bin Walid[13]
Pada tahap inilah Khalifah Umar bin Khattab
mengangkat Abu Ubaidah sebagai panglima tertinggi dan memberhentikan Khalid bin
Walid. Penurunan Khalid merupakan peristiwa yang penting dalam perjalanan
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan penaklukan Siria. Perbuatan tertentu
Khalid yang berlebihan telah mengecewakan Umar.
6. Penyerangan
Yerusalem[14]
Setelah perang Yarmuk, Abu Ubaidah, panglima
tertinggi yang baru, bersama wakilnya, Khalid, berangkat dan menyerang
Yerusalem, kota suci orang Kristen. Abu Ubaidah memimpin serangan pada satu
sisi, dan Khalid menyerang dari sisi yang lain. Khalid memperoleh kemenangan.
Sementara itu, pendeta tinggi Kristen menyerah kepada Abu Ubaidah.
Tujuan Umar ke Yerusalem tidak hanya untuk menerima
penyerahan Kota Suci itu, tetapi juga untuk mendirikan seluruh pemerintahan
negeri itu atas dasar yang kuat, untuk memperbaiki perjanjian-perjanjian dan
untuk mengatur pajak-pajak.
7. Kemajuan-kemajuan
pada Masa Khalifah Umar bin Khattab di Bidang Kemasyarakatan dan Kenegaraan[15]
a. Perubahan-perubhan
pada masa Umar bin Khattab
Persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan
datangnya di masa Khalifah Umar bin Khattab. Maka diatas pundaknyalah terletak
beban untuk mengatasi dan memecahkannya. Tuhan telah memberikan ilham dan
taufik kepada Umar dalam memperkenankan panggilan zaman, menjawab tantangan
hidup baru, dan membangun negara Islam.
Beliau yang menyusun dewan-dewan, mendirikan Baitul
Mal, menempa mata uang, membentuk tentara untuk menjaga dan melindungi tapal
batas, mengatur gaji, mengangkat hakim-hakim, mengatur perjalanan pos,
menciptakan tahun Hijriah, pengontrolan terhadap timbangan dan takaran.
Umar bukan hanya saja menciptakan peraturan-peraturan
baru, beliau juga memperbaiki, juga mengadakan perubahan-perubahan terhadap
perturan-peraturan yang telah ada, bila kelihatan bahwa peraturan itu perlu
diperbaiki dan dirubahnya.
b. Persia,
Mesir dan Syria dibawah Lindungan Islam[16]
Bangsa Persia, Mesir dan Syria telah menemukan dalam
Islam kelonggaran toleransi. Disebabkan kelonggaran dan toleransi yang terdapat
dalam Islam itu bebaslah mereka dari kesewenang-wenangan, tindasan dan paksaan
yang telah mereka derita beratus-ratus tahun lamanya.
Kaum muslimin banyak mengadakan perubahan-perubahan
dan perbaikan-perbaikan berkenaan dengan peradilan, kepolisian, jalan-jalan,
pengairan, jembatan-jembatan dan lain sebagainya.
c. Susunan
Pemerintahan pada Masa Umar[17]
Pada masa
Nabi dan Abu Bakar, Islam masih terbatas di jazirah Arab. Berlainan halnya pada
masa Umar, selain jazirah Arab, negeri-negeri Mesir, Syam, Irak dan sebagian
besar negeri Persia telah menjadi wilayah Islam.
Daerah-daerah yang luas itu kemudian dibagi beberapa
wilayah atau propinsi, yang diperintah oleh seorang wali. Dalam menjalankan
pemerintahan di wilayah-wilayah itu. Para Gubernur dibantu oleh
pegawai-pegaewai yang khusus mengurusi satu bidang misalnya, urusan pajak,
urusan tentara, polisi, dan sebagainya.
Umar tidak saja membuat peraturan-peraturan baru
tetapi juga memperbaiki dan menyempurnakan peraturan lama. Dengan demikian
segala kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam pemerintahannya yang meliputi
wilayah yang amat luas itu diawasi dengan sebaik-baiknya.
d. Urusan
Kehakiman pada Masa Umar[18]
Pada masa Abu Bakar, urusan kehakiman masih belum
berdiri sendiri, akan tetapi bercampur menjadi satu dalam urusan pemerintahan
pada umumnya, yang berada dibawah Khalifah. Sedangkan yang berada disetiap
wilayah para gubernur langsung pula bertindak sebagai hakim.
Pada masa Umar urusan kehakiman berdiri sendiri dan
dipisahkan dari urusan pemerintahan pada umumnya. Hal itu di sebabkan karena
urusan pemerintahan menjadi banyak sekali mengingat luasnya wilayah Islam pada
masa itu.
Maka Umar adalah Khalifah yang pertama untuk
mengatur kehakiman. Dialah yang mengangkat para hakim. Akan tetapi
kadang-kadang hal itu diserahkan kepada gubernur setempat untuk mengangkatnya.
8. Khalifah
Umar bin Khattab Wafat[19]
Umar bin Khattab wafat dibunuh oleh salah seorang
budak bangsa Persia bernama Abu Lu’luah. Peristiwa ini terjadi ketika khalifah
sedang shalat Shubuh. Abu Lu’luah menikam beliau beserta beberapa orang
lainnya, sesudah itu Abu Lu’luah menikam dirinya.
Khalifah Umar bin Khattab wafat tahun 23 Hijriah =
644 Masehi dalam usia 63 tahun setelah menjadi Khalifah selama 10 tahun 6 bulan
4 hari. Atas persetujuan Siti Aisyah (isteri Rasulullah) jenazah beliau
dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar.
C.
Utsman
Ibn ‘Affan (23-35 H = 644-656 M)
1. Asal
Usul Ustman bin Affan[20]
Usman bin Affan adalah keturunan bangsa Quraisy.
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin
Qushay al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai Abu Abdullah. Dia dilahirkan di Thaif
lima tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 573 M di dalam marga
Umayah dari keluarga besar Quraisy. Dia tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
yang mewah karena ayahnya adalah seorang saudagar yang kaya raya.
2. Sifat-sifat
Usman Bin Affan[21]
Usman
bin Affan memiliki sifat:
a. Seorang
ahli hikmah (filosuf)
b. Berperasaan
halus
c. Dermawan
d. Seorang
yang jujur
3. Utsman
Ibn ‘Affan diangkat menjadi khalifah[22]
Ketika Umar akan
wafat, beliau menunjuk enam orang sahabat penggantinya. Diantara keenam sahabat
kenamaan itu ialah Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair Ibnu
Awam, Sa’ad bin Abi Waqqas dan Abdur Rahman bin Auf.
Sepeninggal
Umar, keenam sahabat itu segera mengadakan musyawarah. Dalam pertemuan pertama
Abdur Rahman minta izin agar diperkenankan mengundurkan diri dari pencalonan.
Ternyata kemudian umat Islam menghendaki Utsman dan Ali, dua orang sahabat dan
menantu Rasulullah.
Akan tetapi,
Utsaman lebih tua dari Ali, maka Abdur Rahman kemudian memilih Utsman dan
pilihan itu disetujui oleh semua calon. Dan akhirnya disetujui oleh umat
manusia.
4. Perkembangan
dan Perluasan Daerah Islam[23]
a. Penumpasan
Murtadin
Perluasan daerah Islam pada masa Khalifah Utsman
dapat menjadi dua. Pertama menumpas murtadin. Kedua, melanjutkan perluasan
wilayah yang hampir meliputi semua wilayah yang lama.
Adapun para murtadin yang membahayakan ialah di
daerah Khurosan di sebelah timur dan di Mesir sebelah barat. Mereka digerakkan
penguasa-penguasa yang ingin merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Untuk menundukkan para murtadin itu, Khalifah Utsman
mengirimkan pasukan yang besar jumlahnya, dengan perlengkapan yang cukup.
Sehingga dengan mudah mereka dapat ditundukkan.
b. Perluasan
Daerah
Perluasan daerah dapat dikatakan meliputi semua
wilayah yang telah ditaklukan oleh Khalifah Umar. Diantaranya yang terpenting
adalah:
a) Di
sebelah Timur, penaklukan negeri Persia dapat disempurnakan pada masa
pemerintahan Utsman
b) Disebelah
Utara, Armenia dan beberapa daerah disekitar Tibrista dapat ditaklukkan di
bawah pimpinan Walid bin Ukbah
c) Disebelah
Barat, Barqoh dan Tripoli di Afrika Utara dapat ditaklukkan di bawah pimpinan
Sa’ad bin Sarah
d) Untuk
pertama kalinya armada Islam dapat menundukkan pulau Cyprus dan berhasil
memukul mundur armada Romawi yang berusaha keras ingin merebut Iskandariyah
dari tangan kaum muslimin.
e) Di
sebelah selatan kaum muslimin dapat menaklukkan Sudan.
c. Al-Qur’an
pada Masa Utsman bin Affan[24]
Pada masa Utsman, kelonggaran yang diberikan
Rasulullah dalam dialek membaca Al-Qur’an telah menimbulkan gejala-gejala
negatif, yaitu berselisihnya kaum muslimin dalam hal bacaan/dialek yang ada
pada mereka.
Kalau yang demikian ini dibiarkan berlarut-larut,
niscaya akan berakibat mendatangkan perpecahan di kalangan kaum muslimin, hal
itu tidak diinginkan sama sekali. Kemudian beliau menugaskan empat orang sahabat
menyalin kembali dari apa yang ada pada Hafsah bin Umar. Demikianlah pembukuan
Al-Qur’an seutuhnya selesai pada masa pemerintahan Utsman bin Affan yang
menjadikan ia terpuji dan memperoleh sebutan yang Mulia dan Agung.
5. Kemajuan-kemajuan
di Bidang Kemasyarakatan dan Kenegaraan[25]
a. Pembangunan
Zaman Utsman
Kalau
pembangunan masjid Madinah pada zaman Khalifah Umar bin Khattab baru tertuju ke
arah kegunaannya, tetapi setelah zaman Khalifah Utsman bin Affan, pembangunan
masjid Madinah bukan saja mencukupi kegunaannya, melainkan ditingkatkan ke arah
keindahan. Pembangunan seni masjid Madinah pada zaman Khalifah Utsman itu
mempunyai arti penting bagi pembangunan masjid-masjid selanjutnya.
b. Angkatan
Laut
Sebelum pemerintahan Khalifah Utsman, negara Islam
hanya memiliki angkatan darat, untuk menghadapi tentara Byzantium di daerah
laut Tengah, Khalifah Utsman memerintahkan kepada Muawiyah agar membentuk
angkatan laut. Selain terbentuk lalu dicoba menghadapi armada Byzantium
dipimpin oleh Muslim. Kemenangan di pihak Islam.
6. Akhir Riwayat Utsman[26]
Pada suatu malam Khalifah Usman bin Affan sedang
membaca Al-Qur’an di rumahnya. Tiba-tiba datang beberapa orang yang tidak
senang kepada Usman bin Affan. Di antara mereka yang datang itu ada yang
bernama Thamran bin Sudan yang terus menyerang Khalifah dan membunuhnya. Beliau
wafat seketika dengan memegang Al-Qur’an. Wafatnya Khalifah Utsman itu karena
adanya fitnah sepucuk surat. Khalifah Utsman bin Affan mati terbunuh pada tahun
35 H = 656 M, dalam usia setelah 82 tahun setelah memerintah selama 12 tahun.
D.
Ali
Bin Abi Thalib (35-40 H = 656-661 M)
1. Asal
Usul Ali Bin Abi Thalib
Ali bin Abi
Thalib adalah keturunan bangsa Quraisy. Beliau adalah adik satu kakek dan
menantu Nabi Muhammad SAW. Ayah beliau bernama Abu Thalib, beliau juga adalah
paman Rasul Allah.
Waktu pengangkatan Nabi menjadi Rasul, Ali bin Abi
Thalib masih kecil. Selisih umur Ali bin Abi Thalib dengan Rasul Allah sekitar
32 tahun. [27]
Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu
Nabi SAW (anak paman Nabi, Abu Thalib), yang menjadi menantu Nabi SAW, suami
dari puteri Rasulullah yang bernama Fathimah. Fathimah adalah satu-satunya
putri Rasulullah yang ada serta mempunyai keturunan. Dari pihak Fathimah inilah
Rasulullah mempunyai keturunan sampai sekarang.[28]
2. Sifat-sifat
Ali bin Abi Thalib[29]
Ali bin Abi Thalib
memiliki sifat:
a. Gagah
berani dan tak kenal menyerah
b. Ahli
memanah dan memainkan pedang sekalipun tangannya tidak lurus
c. Tangkas,
perwira dan berwatak satria
d. Jujur,
teliti, rendah hati dan hemat
3. Terpilih
menjadi Khalifah[30]
Setelah khalifah Utsman bin ‘Affan wafat, jabatan Khalifah menjadi kosong. Keadaan saat
itu dikuasai orang-orang yang anti Utsman bin ‘Affan. Seluruh Gubernur di daerah
negara Islam yang diangkat Utsman dipecat oleh mereka yang anti Utsman itu.
Kemudian mereka mengadakan pemilihan Khalifah. Dan
ternyata yang dipilih menjadi khalifah adalah Ali bin Abu Thalib. Pada mulanya
Ali enggan menerimanya. Tetapi karena adanya desakan-desakan dari kaum
muslimin, beliau akhirnya menurutinya. Untuk menyelamatkan negara dan agama
Islam.
4. Kebijaksanaan
Politik Ali bin Abi Thalib[31]
Setelah Ali di baiat menjadi khalifah, Ali
mengeluarakan dua kebijaksanaan politik yang sangat radikal, yaitu:
a. Memecat
kepala daerah angkatan Ustman dan menggantikan dengan Gubernur baru.
b. Mengambil
kembali tanah yang dibagi-bagikan Ustman kepada famili-familinya dan kaum
kerabatnya tanpa jalan yang sah.
5. Timbulnya
Tiga Golongan[32]
Setelah Ali diangkat menjadi Khalifah keempat dan
mengambil tindakan mengadakan pergantian para gubernur di daerah itu. Kemudian
di masyarakat timbul tiga golongan yaitu:
a. Golongan
Ali, yaitu golongan yang menyetujui pengangkatan Ali sebagai Khalifah dan
mengadakan pergantian para gubernur.
b. Golongan
Mu’awiyah, yaitu golongan yang tidak menyetujui pengangkatan Khalifah Ali, dan
tidak setuju tindakan pergantian para gubernur, dan mereka itu menuntut bela
pembunuhan Ustman.
c. Golongan
Aisyah, Zubair dan Thalhah, yaitu mereka yang tidak setuju dengan penuntutan
bela pembunuhan Utsman, tetapi juga tidak setuju atas pengangkatan Ali sebagai
Khalifah.
Ketiga golongan itu masing-masing mempunyai kekuatan
pengaruh sendiri-sendiri yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan bahaya perang
saudara.
6. Waqiatul
Jamal (Perang Berunta) 36 H = 657 M[33]
Disebut
perang berunta sebab panglimanya mengendarai unta. Pemimpin perang tersebut
ialah : Zubair, Thalhah, Siti Aisyah. Di antara ketiga orang itu, Siti Aisyah
sebagai panglima perangnya. Ketiga pemimpin itu di Mekkah mengumpulkan pasukan
dari Hijaz dan Yaman. Kemudian mereka menuju ke Basrah akan mengumpulkan
pasukan untuk memerangi Khalifah Ali di Madinah.
Sebab-sebab Perang :
a. Mereka
tidak setuju atas pengangkatan Ali sebagai Khalifah
b. Mereka
tidak setuju atas tindakan Ali mengganti wali di beberapa daerah.
c. Adanya
Khalifah Ali tidak mau menuruti permintaan mereka untuk mendahulukan mengadakan
tuntutan menghukum orang-orang yang tersangkut dalam pembunuhan Khalifah Utsman
Sebenarnya Khalifah Ali beserta 200.000 orang
prajuritnya sudah siap akan berangkat ke Syam untuk memerangi Mu’awiyah. Tetapi
mendengar berita adanya persiapan Siti Aisyah itu, Khalifah Ali membelokkan
niatnya perlu menumpas pembangkangan itu dahulu.
Terjadi
perang saudara seagama itu dengan saling bunuh membunuh yang tiada ampun,
sehingga kedua belah pihak menelan korban 10.000 orang termasuk Zubair dan
Thalhah. Sedangkan Aisyah dipulangkan ke Madinah serta dipesan oleh Ali agar
jangna ikut-ikut dalam kegiatan politik, dan pertempuran itu ber akhir dengan
kemenangan Ali.
7. Perang
Shiffin (37 H = 658 M)[34]
Shiffin termasuk daerah perbatasan antara Syiria
dengan Irak. Terletak di sebelah barat sungai Efrat. Di tempat itulah dimulai
perang saudara yang dahsyat antara kedua tokoh kenamaan yang disebut perang
shiffin.
Sebab-sebab
Umum :
a. Mu’awiyah
tidak menyetujui Ali diangkat menjadi Khalifah
b. Mu’awiyah
menuduh Ali turut campur dalam pembunuhan Khalifah Utsman. Dan Mu’awiyah
menuntut beliau
c. Mu’awiyah
dipecat dari jabatan wali oleh Ali
Sebab-sebab
Khusus :
Pada waktu Khalifah Ali mengirimkan seorang utusan
yang bernama Jarir untuk mengemukakan damai, Mu’awiyah tidak setuju, dengan
menjawab “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”! Perang.
Dengan
demikian perang tidak dapat terelakkan lagi.
Pertempuran
Meletus :
Setelah selesai perang berunta itu, Ali terus
berangkat ke Kufah terus ke Shiffin, setelah sampai di Shiffin terjadilah
pertempuran dengan dahsyatnya. Pertempuran berkecamuk hingga empat puluh hari
lamanya.
Tentara Mu’awiyah mula-mula menang, tetapi kemudian
kalah, akhirnya Mu’awiyah sudah hendak lari, tetapi tiba-tiba Amru mengambil
siasat damai dengan memerintahkan seluruh tentaranya mengacungkan mushaf
Al-Qur’an pada pucuk tombaknya serta menyeru “Marilah damai dengan kitab Allah”
Melihat Al-Qur’an pada pucuk tombak dan mendengar
seruan tersebut di atas, sebagian pasukan Ali ingin damai. Dan sebagian pasukan
berkemauan keras terus perang hingga mendapatkan kemenangan.
Khalifah Ali sendiri tidak yakin atas seruan mereka
itu, maka beliau berseru “teruskan perang’!
Tetapi karena kesatuan pasukan Ali sudah pecah, maka
Ali memperhentikan perang dengan hati yang kesal. Pasukan Ali mundur ke Kufah
sedangkan tentara Mu’awiyah mundur ke Syam. Dengan cara perundingan itu, maka
Mu’awiyah dapat terhindar dari kehancuran.
8. Khalifah
Ali bin Abi Thalib wafat[35]
Setelah golongan Khawarij berpendirian dan bahwa
mulai saat itu tidak ada lagi pemimpin yang benar, maka kemudian mereka sepakat
untuk membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah dan Amru bin Ash.
Pembunuhan itu mereka rencanakan di bawah pimpinan 3
orang Khawarij, yaitu Abdurrahman bin Muljam, Al Birk ibnu Abdillah dan Amer
bin Bakar. Masing-masing di antara mereka akan membunuh salah satu orang
pemimpin tersebut di atas.
Yang berhasil melaksanakan niatnya untuk membunuh salah
seorang pemimpin tersebut di atas hanyalah Abdurrahman bin Muljam, yaitu dengan
cara mengikuti Ali bin Abi Thalib ketika pergi ke mesjid untuk menunaikan
shalat Shubuh.
Tatkala Ali bin Abi Thalib menunaikan shalat shubuh,
beliau ditikam dari belakang oleh Abdurrahman bin Muljam.
Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat pada tahun 40
Hijriah atau 661 Masehi, dalam usia 63 tahun, setelah memerintah 4 tahun 9
bulan. Setelah Khalifah Ali wafat, kemudian Hasan bin Ali dinobatkan menjadi
Khalifah yang berkedudukan di Kufah.
BAB
III
PENUTUP
Mulai
dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para
khalifahnya disebut al-Khulafa’ al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat
petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi.
Mereka dipilih melalui proses musyawarah, yang dalam istilah sekarang disebut
demokratis. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan.
Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada
masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi
kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar
yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Bandung
: CV. Armico
Mahmudunnasir, Syed. 2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Yatim, Badri dan AR Sirojuddin. 1995. Sejarah Kebudayaan Islam 1. Jakarta :
Ditjen Binbaga Islam
Rasyidi, Badri, Dkk. 1987. Sejarah Islam 3. Bandung : CV Armico
http://aaiil.org/indonesia/indonesianbooksislamahmadiyya/muhammadali/khulafarasyidinearlycaliphate/khulafarasyidinearlycaliphate.pdf
http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-151.html
[1] Yatim, Badri dan AR Sirojuddin.
1995. Sejarah Kebudayaan Islam 1.
Jakarta : Ditjen Binbaga Islam
[2]http://aaiil.org/indonesia/indonesianbooksislamahmadiyya/muhammadali/khulafarasyidinearlycaliphate/khulafarasyidinearlycaliphate.pdf
[3] Yatim, Badri dan AR Sirojuddin.
1995. Sejarah Kebudayaan Islam 1.
Jakarta : Ditjen Binbaga Islam
[4] Rasyidi, Badri,
Dkk. 1987. Sejarah Islam 3. Bandung :
CV Armico
[5] Yatim, Badri dan AR Sirojuddin.
1995. Sejarah Kebudayaan Islam 1.
Jakarta : Ditjen Binbaga Islam
[6]http://aaiil.org/indonesia/indonesianbooksislamahmadiyya/muhammadali/khulafarasyidinearlycaliphate/khulafarasyidinearlycaliphate.pdf
[7]http://aaiil.org/indonesia/indonesianbooksislamahmadiyya/muhammadali/khulafarasyidinearlycaliphate/khulafarasyidinearlycaliphate.pdf
[8] Rasyidi,
Badri, Dkk. 1987. Sejarah Islam 3.
Bandung : CV Armico
[9] Yatim, Badri dan AR Sirojuddin.
1995. Sejarah Kebudayaan Islam 1.
Jakarta : Ditjen Binbaga Islam
[10] Yatim, Badri dan AR Sirojuddin.
1995. Sejarah Kebudayaan Islam 1.
Jakarta : Ditjen Binbaga Islam
[11] Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 1.
Bandung : CV. Armico
[12] Mahmudunnasir,
Syed. 2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
[13] http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-151.html
[14] Mahmudunnasir, Syed. 2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
[15] Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 1.
Bandung : CV. Armico
[16] Syafi’i, A dan
Sabil Huda. 1987. Sejarah dan Kebudayaan
Islam 1. Bandung : CV. Armico
[17]
Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987. Sejarah
dan Kebudayaan Islam 1. Bandung : CV. Armico
[18] Syafi’i, A dan
Sabil Huda. 1987. Sejarah dan Kebudayaan
Islam 1. Bandung : CV. Armico
[19] Rasyidi, Badri, Dkk. 1987. Sejarah Islam 3. Bandung : CV Armico
[20]http://aaiil.org/indonesia/indonesianbooksislamahmadiyya/muhammadali/khulafarasyidinearlycaliphate/khulafarasyidinearlycaliphate.pdf
[21] Rasyidi, Badri,
Dkk. 1987. Sejarah Islam 3. Bandung :
CV Armico
[22] Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 1.
Bandung : CV. Armico
[23] Syafi’i, A dan
Sabil Huda. 1987. Sejarah dan Kebudayaan
Islam 1. Bandung : CV. Armico
[24] Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 1.
Bandung : CV. Armico
[27] Rasyidi, Badri, Dkk. 1987. Sejarah Islam 3. Bandung : CV Armico
[28]http://aaiil.org/indonesia/indonesianbooksislamahmadiyya/muhammadali/khulafarasyidinearlycaliphate/khulafarasyidinearlycaliphate.pdf
[29] Rasyidi, Badri,
Dkk. 1987. Sejarah Islam 3. Bandung :
CV Armico
[30] Rasyidi, Badri,
Dkk. 1987. Sejarah Islam 3. Bandung :
CV Armico
[31]http://aaiil.org/indonesia/indonesianbooksislamahmadiyya/muhammadali/khulafarasyidinearlycaliphate/khulafarasyidinearlycaliphate.pdf
[32] Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 1.
Bandung : CV. Armico
[33] Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Bandung
: CV. Armico
[34] Syafi’i, A dan Sabil Huda. 1987. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Bandung
: CV. Armico
[35] Rasyidi, Badri,
Dkk. 1987. Sejarah Islam 3. Bandung :
CV Armico
Tidak ada komentar:
Posting Komentar