BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
serta jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru merupakan
elemen terpenting dalam sebuah sistem pendidikan. Ia merupakan ujung tombak.
Karena Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya
pendidikan.
Salah satu
faktor yang mempengaruhi peserta didik dalam prestasinya yaitu seorang guru,
maka guru harus melakukan tugasnya dengan baik.
Untuk mengetahui
prestasi peserta didik, seorang guru tidak mungkin melepaskan dirinya dari
kegiatan evaluasi. Karena dengan evaluasi ini, guru akan mengetahui sampai
sejauh mana peserta didik menguasai apa yang telah diajarkan. Begitu juga yang
akan dilakukan oleh seorang guru IPS terhadap peserta didiknya. Sehingga
evaluasi tersebut bisa membangkitkan guru menjadi lebih baik lagi dalam proses
belajar-mengajar.
Maka dari itu,
saya akan membahas tentang Guru IPS dan Evaluasi Belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Guru
1. Pengertian
Guru
Menurut bahasa, guru diambil dari bahasa Arab yaitu
‘alima-ya’ lamu, yang artinya mengetahui. Dengan arti tersebut, maka guru dapat
diartikan “orang yang mengetahui atau berpengetahuan”.[1]
Di dalam kamus Bahasa Indonesia, guru ialah orang
yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[2]
Dalam Undang-undang Republik Indonesia, nomor 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1. Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
serta jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[3]
2. Tugas
Guru
3. Peran
Guru
a. Peran
Guru dalam Proses Belajar-Mengajar
Peranan dan kompetensi guru dalam proses
belajar-mengajar menurut Adams dan Decey dalam Basic Principles of Students
Teaching, yaitu:
1) Guru
sebagai Demonstrator
Melalui
peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya
senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta
senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu
yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang
dicapai oleh siswa.
2) Guru
sebagai Pengelola Kelas
Dalam perannya
sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola
kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah
yang perlu di organisasi.
3) Guru
sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator
guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media
pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar.
Sebagai
fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta
dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar-mengajar, baik yang berupa
narasumber, buku teks, majalah ataupun surat kabar.
4) Guru
sebagai Evaluator
Setiap jenis
pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode
pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu
selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang
telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
b. Peran
Guru dalam Pengadministrasian
Dalam
hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan
sebagai berikut:
1) Pengambilan
inisiatif, pengarah, dan penilain kegiatan-kegiatan pendidikan. Hal ini berarti
guru turut serta memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang direncanakan
serta nilainya
2) Wakil
masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi anggota suatu
masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti
yang baik
3) Orang
yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk mewariskan
kebudayaan kepada generasi muda yang berupa pengetahuan
4) Penegak
disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu disiplin
5) Pemimpin
generasi muda, masa depan generasi muda terletak di tangan guru. Guru berperan
sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang
dewasa
c. Peran
Guru secara Pribadi
Dilihat dari
segi dirinya sendiri (self oriented), seorang guru harus berperan
sebagai berikut:
1) Petugas
sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam
kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan petugas-petugas yang
dapat dipercaya untuk berpatisipasi di dalamnya
2) Pelajar
dan ilmuan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan
berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan
3) Orang
tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, sehingga dalam arti luas
sekolah merupakan keluarga, guru berperan sebagai orang tua bagi siswa-siswanya
d. Peran
Guru secara Psikologis
Peran guru
secara psikologis, guru dipandang sebagai berikut:
1) Ahli
psikologi pendidikan, yaitu petugas psikologi dalam pendidikan, yang
melaksanakan tugasnya atas dasar prinsip-prinsip psikologi
2) Pembentuk
kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan
3) Catalytic
agent, yaitu orang yang mempunyai pengaruh dalam menimbulkan
pembaharuan. Sering pula peranan ini disebut sebagai inovator (pembaharu).[5]
4. Kompetensi
Professionalisme Guru
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS.
Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk
menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (commpetency)
yakni kemampuan atau kecakapan.
Adapun kompetensi guru (teacher competency) the
ability of a teacher to responsibibly perform has or her duties appropriately.
Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
Maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan
kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.
Kata “professional” berasal dari kata sifat
yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang
mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata
lain pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat
dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan
yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
(Dr. Nana Sudjana, 1988).
Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka
pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian
khusu dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya
sebagai guru dengan kemampuan maksimal.[6]
Guru sebagai pekerja professional,
sekurang-kurangnya harus menguasai 4 (empat) kompetensi dengan baik. Empat
kompetensi itu sebagai berikut:
1) Menguasai
substansi, yakni materi dan kompetensi berkaitan dengan mata pelajaran yang
dibinanya, sesuai dengan kurikulum yang berlaku
2) Menguasai
metodologi mengajar, yakni metodik khusus untuk mata pelajaran yang dibinanya
3) Menguasai
teknik evaluasi dengan baik
4) Memahami,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik profesi[7]
5. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Prestasi Siswa
Guru merupakan elemen terpenting dalam sebuah sistem
pendidikan. Ia merupakan ujung tombak. Proses belajar siswa sangat dipengaruhi
oleh bagaimana siswa memandang guru mereka (Halsall, 1973). Kepribadian guru
seperti memberi perhatian, hangat dan suportif (memberi semangat), diyakini
bisa memberi motivasai yang pada gilirannya meningkatkan prestasi siswa. Empati
yang tepat seorang guru kepada siswanya membantu perkembangan prestasi akademik
mereka secara signifikan (Halsall, 1973). Guru juga perlu membangun citra yang
positif tentang dirinya jika ingin agar siswanya memberi respon dan bisa diajak
bekerjasama dalam proses pembelajaran (Troisi, 1983). Lebih jauh, rasa hormat
dan kasih sayang ditunjukkan oleh seorang guru merupakan syarat utama
kesuksesan siswa. Sebagaimana halnya orang dewasa, pemenuhan aspek psikologis
siswa akan membuat mereka berusaha menunjukkan kemampuan terbaik yang bisa
mereka lakukan dan secara otomatis akan meningkatkan prestasi mereka.
Jackson et al. (1999) menemukan bahwa seorang
guru yang humanis (bertindak sebagai seorang manusia biasa disamping sebagai
seorang guru, menaruh rasa hormat dan penghargaan kepada siswa) merupakan
faktor yang menentukan persepsi siswa tentang kemampuan guru menciptakan
atmospir yang kondusif untuk belajar. Dalam suasana demikian, siswa merasa
leluasa bertanya dan memberikan komentar, mendekati guru untuk melakukan
pembicaraan face to face , dan secara keseluruhan akan membuat ruang
kelas menjadi penuh semangat dan antusias. Dengan mengembangkan kemampuan
berkomunikasi antar individu dan kepekaan terhadap kebutuhan emosional siswa,
berarti guru telah memasuki zona belajar (realm of learning) yang
sesuangguhnya (Rogers and Renard, 1999). Jika proses pembelajaran di sekolah
memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional siswa, maka kemungkinan besar proses
berjalan dengan lancar dan berhasil.
Perilaku guru tidak hanya menentukan kesuksesan atau
kegagalan sebuah kurikulum, tetapi secara independen juga memiliki pengaruh
terhadap efektivitas sekolah. Secara khusus seorang guru hendaknya:
a. Sesering
mungkin memanfaatkan pertanyaan dengan memperhatikan kemampuan anak yang
beragam
b. Menjaga
agar pembelajaran terfokus pada aspek tertentu.
Mempelajari subjek yang terlalu beragam dalam satu
jam pelajaran bisa mengurangi intensitas interaksi guru-siswa, karena guru dan
siswa masing-masing disibukkan oleh pekerjaan yang menumpuk. Keadaan ini
mengakibatkan rutinitas yang cenderung membuang-buang waktu semakin meningkat.
Agar tidak terjadi seperti itu, maka seorang guru harus:
a. Menjaga
agar siswa atau kelas selalu berorientasi pada belajar
b. Mempertahankan
perkembangan belajar pada tingkat yang relatif cepat
c. Memastikan
bahwa rutinitas dan peraturan kelas dipahami dengan baik, sehingga mengurangi
kemungkinan siswa menemui guru hanya untuk meminta petunjuk atau bimbingan, dan
d. Menciptakan
suasana kelas dimana siswa merasa leluasa bisa meminta pertolongan, terutama
bagi siswa yang berasal dari latar belakang ekonomi lemah (Reynolds dan
Teddlie, 2000)
Hasil studi Cole dan Chan (1994) memperkuat hal ini.
Sifat-sifat personal guru seperti memberikan kepercayaan terhadap siswa,
bersedia mendengar apa yang disampaikan siswa dan tidak mendominasi jalannya
proses belajar-mengajar menjadi sangat menentukan dalam membangun suasana
belajar dalam kelas yang kondusif. Kepercayaan (trust), menurut Cole dan
Chan, menjadi efektif khususnya ketika berhadapan dengan siswa yang memiliki
persoalan pribadi. Mendengar secara aktif memungkinkan guru memahami apa yang
terjadi di kelas, dan pada waktu yang bersamaan mendorong siswa untuk lebih
banyak aktif dalam percakapan serta mendorong siswa berani mengungkapkan
ide-ide mereka.
Penguasaan guru terhadap bidang studi yang diajarkan
merupakan dimensi lain yang mempengaruhi persepsi siswa terhadap kualitas kelas
dan pada gilirannya, berpengaruh pula terhadap prestasi mereka (Burdsal dan
Bardo, 1986). Lebih jauh, persiapan guru, penguasaan diri, kemampuan
menyampaikan bahan ajar, pemakaian metode presentasi yang tepat, kemempuan
menjawab pertanyaan dan membuat siswa memahami tujuan pengajaran dengan jelas
jugamerupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dan pandangan siswa
terhadap guru.
Sebaliknya, guru yang dalam pandangan siswa kurang
mempersiapkan bahan pelajarannya, kurang mampu mengorganisir pendekatan
terhadap kelas dan bahan ajarnya, menyampaikan konsep yang tidak benar dan
memakai metode yang tidak tepat, tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan
prestasi siswa.[8]
B.
IPS
1. Pengertian
IPS
Rumusan tentang
pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social studies.
Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS dikenal dengan social studies. Jadi,
istilah IPS merupakan terjemahan social studies.
Dengan demikian
IPS dapat diartikan dengan “ penelaahan atau kajian tentang masyarakat ”. Dalam
mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif
sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang
disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa ahli
pendidikan dan IPS di Indonesia:
a. Moeljono
Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan
interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang
ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi, budaya, psikologi, sejarah, geografi,
ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan
instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah
dipelajari.
b. S.
Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan
sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum
sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri
atas berbagai subjek sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan
psikologi sosial.
2. Ruang
Lingkup IPS
Pada jenjang
pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan
masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala
dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta
didik MI/SD.
Pada jenjang
pendidikan menengah, ruang lingkup kajian diperluas. Begitu juga pada jenjang
pendidikan tinggi: bobot dan keluasan materi dan kajian semakin dipertajam
dengan berbagai pendekatan. Pendekatan interdisipliner atau multidisipliner dan
pendekatan sistem menjadi pilihan yang tepat untuk diterapkan karena IPS pada
jenjang pendidikan tinggi menjadi sarana melatih daya pikir dan daya nalar
mahasiswa secara berkesinambungan.
Sebagaimana
telah dikemukakan di atas, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai
anggota masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi:
a. Substansi
materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat
b. Gejala,
masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat.
Kedua lingkup
pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak
hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi
juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang
bersumber pada masyarakat.
3. Tujuan
IPS
Sama halnya
tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran IPS bertumpu pada
tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada
tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan
jenjang pendidikan. Selanjutnya pencapaian tujuan institusional ini secara
praktis dijabarkan dalam tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran pada
setiap bidang studi dalam kurikulum, termasuk bidang studi IPS.
Akhirnya tujuan
kurikuler secara praktis operasional dijabarkan dalam tujuan instruksional atau
tujuan pembelajaran. Sub bahasan ini dibatasi pada uraian tujuan kurikuler
bidang studi IPS.
Tujuan kurikuler
IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut:
a. Membekali
peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat
b. Membekali
peserta didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa, dan menyusun
alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan dimasyarakat
c. Membekali
peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan
dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian
d. Membekali
peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan
terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak
terpisahkan
e. Membekali
peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS
sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan
ilmu dan teknologi.[9]
C.
Guru IPS
1. Pengertian
Guru IPS
Guru IPS adalah
Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini serta jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah dalam bidang penelaahan atau kajian tentang masyarakat (IPS).
2. Keterampilan
dasar Pengajaran IPS
Anak belajar
menggunakan keterampilan dan alat-alat studi sosial, misalnya mencari bukti
dengan berpikir ilmiah, keterampilan mempelajari data masyarakat,
mempertimbangkan validitas dan relevansi data, mengklasifikasikan dan
menafsirkan data-data sosial, dan merumuskan kesimpulan.
Maka seorang
guru harus bisa menerapkan keterampilan pengajaran IPS kepada anak, agar anak
dapat menguasai materi IPS.
3. Karakteristik
Pendidikan IPS SD/MI
Untuk membahas
karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai panadangan. Berikut ini
dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya
oleh guru IPS:
a.
Materi IPS
Ada 5 macam sumber
materi IPS antara lain:
1) Segala
sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga,
sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan
berbagai permasalahannya
2) Kegiatan
manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi,
komunikasi, transportasi
3) Lingkungan
geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang
terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh
4) Kehidupan
masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah
lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan
kejadian-kejadian yang besar
5) Anak
sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan,
keluarga
b.
Strategi Penyampaian Pengajaran IPS
Strategi
penyampaian pengajaran IPS, sebagian besar adalah didasarkan pada suatu
tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan:
anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota region, negara,
dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or
Expanding Enviroment Curriculum” (Mukminan, 1996:5).
Oleh karena itu,
guru IPS harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa,
misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus
bervariasi, dan tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.[10]
D.
Evaluasi
1. Pengertian,
Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Evaluasi atau penilaian adalah proses yang dilakukan
oleh guru untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan, hasil kegiatan belajar anak/siswa
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Proses penilaian harus di dasarkan atas
suatu selang waktu, bukan sesaat saja. Ini berarti bahwa evaluasi merupakan
kesimpulan dari sederetan pengukuran yang dilakukan berkali-kali dengan suatu
tujuan tertentu. Hasil belajar anak yang diperoleh melalui evaluasi itu tidak
hanya sekedar untuk diketahui dan dipahami guru, tetapi yang lebih penting
ialah agar dapat digunakan untuk tujuan tertentu seperti kenaikan kelas,
meluluskan murid, dan sebagainya.
Sering pengertian evaluasi (penilaian) dikaburkan
dengan pengertian measurement (pengukuran). Pengukuran adalah pekerjaan
membandingkan suatu hasil belajar murid dengan ukuran yang sudah ditentukan,
yang disebut standar evaluasi
Adapun tujuan dan fungsi evaluasi hasil-hasil pada
dasarnya dapat digolongkan ke dalam empat kategori:
a. Untuk
memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar-mengajar
b. Untuk
menentukan angka kemajuan/hasil belajar masing-masing murid yang antara lain
diperlukan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya murid
c. Untuk
menempatkan murid dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan
tingkat kemampuan (karakteristik) lainnya yang dimiliki murid
d. Untuk
mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami
kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam
memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut
Pelaksanaan fungsi pertama dan kedua terutama
menjadi tanggung jawab guru sedangkan pelaksanaan fungsi ketiga dan keempat
lebih merupakan tanggung jawab Bimbingan dan Penyuluhan.
Sehubungan dengan keempat fungsi yang dikemukakan di
atas, evaluasi hasil belajar dapat digolongkan atas 4 jenis, yaitu:
a. Evaluasi
Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan
untuk keperluan memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar
untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan melaksanakan pelayanan khusus
bagi murid/siswa. Evaluasi jenis ini jarang dipraktekkan oleh guru-guru di
sekolah sebagaimana yang seharusnya.
b. Evaluasi
Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan
untuk keperluan memberikan angka kemajuan belajar murid/siswa yang sekaligus
dapat digunakan untuk pemberian laporan kepada orang tua, penentuan kenaikan
kelas, dan sebagainya.
c. Evaluasi
Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang
dilaksanakan untuk keperluan menempatkan murid/siswa pada situasi
belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan/karakteristik
lainnya yang dimilikinya.
d. Evaluasi
Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang
dilaksanakan untuk keperluan mengenal latar belakang (psikologi, fisik,
lingkungan) dari murid/siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang
hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan
tersebut. Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan dan
penyuluhan disekolah.[11]
2. Pendekatan
Evaluasi
Ada dua jenis pendekatan dasar di dalam evaluasi,
yaitu:
a. Pendekatan
yang bersumber pada norma (norma referenced)
Evaluasi yang
menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks yang relatif tentang kemampuan
hasil belajar yang dicapai murid/siswa. Dikatakan relatif, karena hasil
evaluasi di sini menggambarkan kemampuan seorang murid/siswa dibandingkan
dengan teman-temannya yang lain dalam kelas yang sama (norma kelompok).
Dengan
menggunakan norma referenced test, informasi yang diperoleh lebih
menggambarkan “kedudukan” setiap siswa dibandingkan dengan murid/siswa lainnya
di dalam test yang sama. Oleh karena itu pendekatan ini lebih tepat diterapkan
di dalam evaluasi untuk keperluan pemberian angka, kenaikan kelas, atau pun
seleksi.
b. Pendekatan
yang bersumber pada kriteria (Criterien referenced)
Evaluasi yang
menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks yang mutlak tentang kemampuan
hasil belajar yang dicapai siswa. Dengan mutlak di sini dimaksudkan bahwa
evaluasi ini dapat memberikan informasi tentang apakah seorang siswa telah
menguasai tujuan-tujuan instruksional yang diinginkan atau belum, terlepas dari
hasil yang dicapai oleh teman-temannya yang lain.
Dengan
menggunakan criterien referenced test, kita dapat memperoleh informasi
tentang sejauh mana murid/siswa telah
mencapai tujuan instruksional yang diinginkan. Oleh karena itu pendekatan ini
cocok untuk diterapkan di dalam evaluasi untuk keperluan:
1) Menilai
efektifitas program pengajaran yang diberikan
2) Menilai
sejauh mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan di dalam suatu program
tertentu yang merupakan persyaratan untuk dapat mengikuti program selanjutnya[12]
3. Jenis
Test
Test dapat
digolongkan atas 3 jenis: test tertulis, tes lisan, dan test perbuatan. Selama
test tertulis, soal-soal maupun jawabannya disampaikan secara tertulis,
sedangkan dalam test lisan, soal-soal maupun jawaban disampaikan secara lisan.
Dalam test perbuatan, pertanyaan biasanya disampaikan dalam bentuk tugas-tugas
dimana penilaiannya dilakukan baik terhadap proses pelaksanakan tugas-tugas
tersebut maupun terhadap hasil yang dicapai.
Aspek-aspek
kemampuan yang bersifat kognitif (pengetahuan) biasanya dinilai melalui test
tertulis atau lisan, sedangkan test perbuatan lazimnya digunakan untuk menilai
aspek kemampuan yang bersifat psikomotor (keterampilan).[13]
4. Bentuk-bentuk
Evaluasi Dalam Pengajaran IPS
Setiap jenis tes memiliki dua bentuk, yakni bentuk
Subjektif dan bentuk Objektif Penamaan subjektif dan objektif itu didasarkan
pada penilaiannya. Suatu tes dikatakan subjektif bila ada perbedaan nilai yang
diberikan oleh penilaian yang berbeda karena masuknya pertimbangan-pertimbangan
subjektif sedangkan suatu tes dikatakan objektif apabila nilai yang diperoleh
seseorang siswa tetap sama meskipun tesnya diperiksa oleh siapa pun.
a.
Tes bentuk Isian
1) Wujudnya
Dari namanya
saja sudah jelas bahwa terdapat kekosongan dalam butir soal itu sehingga perlu
diisi. Kekosongan itu menunjukkan bahwa butir soal tersebut tidak lengkap, maka
perlu dilengkapi. Untuk siswa diminta mencari sendiri bagian yang dapat
melengkapi atau mengisi kekosongan itu. Siswa dihadapkan pada suatu pertanyaan
yaitu “apakah yang harus saya tempatkan di sini agar persyaratan ini
menjadi lengkap dan sempurna”?
Bertolak dari
pertanyaan yang dihadapi siswa itu, munculah suatu ragam lain dalam jenis tes
ini yaitu menghadapkah siswa pada suatu pertanyaan yang harus dijawab singkat.
Untuk menjawab pertanyaan itu siswa memunculkan berbagai kemungkinan. Semua
kemungkinan jawaban itu dicocokkan dengan pertanyaannya untuk dapat menentukan
jawaban yang paling tepat. Dari proses seperti ini lalu dilahirkan suatu ragam
lain yakni identifikasi atau asosiasi.
2) Ragamnya
Di atas telah
disebutkan adanya tiga jenis, yakni:
a)
Aim dan klelengkapi
Ragam ini berupa
pertanyaan tak lengkap yang harus diisi atau dilengkapi. Dengan demikian ia
mempunyai dua ciri pokok, yaitu:
·
Berupa pernyataan tak lengkap
·
Adanya ruangan/tempat untuk mengisi atau
melengkapi pernyataan itu
Contoh:
·
Pelopor Pujangga Angkatan 45 ialah
......
·
Sumpah Pemuda yang diucapkan pada
tanggal ......
·
Bulan ......... tahun ....... menegaskan
antara lain bahwa bangsa Indonesia memiliki satu bahasa kesatuan yaitu bahasa
.........
b)
Pertanyaan
Dalam ragam ini
diakhiri dengan tanda tanya, dan siswa diminta menuliskan jawabannya dalam
ruang yang tersedia secukupnya.
c)
Identifikasi atau Asosiasi
Ragam ini
menghendaki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dengan selalu
menghubungkan dengan pertanyaan pokok.
Contoh: Di pulau
manakah letaknya kota-kota ini:
i.
Larantuka ...............
ii.
Maiang ...................
iii.
Medan ...................
iv.
Kupang ..................
Jadi : Apakah yang ingin diketahui tentang
Larantuka? Untuk menjawab pertanyaan ini kita kembali kepada pertanyaan pokok
yakni “Di pulau manakah terletak kota Larantuka itu”. Demikian pula halnya
dengan apa yang ingin diketahui tentang Malang, Medan dan Kupang, yaitu di
pulau manakah kota-kota itu terletak.
3) Keberatan
Terhadap Bentuk Isian
Dengan bentuk
ini siswa diuji kemampuannya menghasilkan sendiri, mencari sendiri jawabannya;
dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang lebih mengarah pada proses pengenalan
semata seperti halnya pada Pilihan Ganda dan Menjodohkan yang pilihan
jawabannya telah tersedia.
Namun muncul
pula kritik dari ahli-ahli lain yang tidak sepenuhnya menerima bentuk ini.
Thorndike, misalnya dalam bukunya “Educational Measurement” mengatakan bahwa
adalah lebih sukar membuat soal dalam bentuk ini jika seseorang ingin
mengetahui kemampuan anak dalam aspek yang lebih tinggi daripada hanya mencari jawaban
tentang kejadian-kejadian yang bersahaja.
Kelemahan lain
yang sering muncul dalam praktek ialah, bahwa guru/penyusun soal pada akhirnya
heran dan baru sadar bahwa masih ada jawaban yang lain yang
dimaksudkannya tetapi toh benar juga. Banyak kata atau ungkapan yang memiliki
padanan atau kemiripan arti dengan yang sebetulnya dikehendaki oleh
guru/penulis soal itu.
Contoh.
Kapan Lahirnya Pancasila?
Jawabannya dapat:
a) 18
Agustus 1945
b) Sehari
setelah Proklamasi, dan sebagainya
Keberatan-keberatan dapat dirangkum sebagai berikut:
a) Sukar
membuat soal yang mampu mengukur jenjang kemampuan yang lebih tinggi dari
pengingatan
b) Jawabannya
sukar dipastikan sebagai satu-satunya jawaban. Dengan demikian, kunci
jawabannyapun sangat sukar ditentukan
c) Skornya
memakan waktu lama
d) Skornya
kurang terandalkan
e) Faktor
subjektivitas ikut berpengaruh dalam penilaian, jadi tidak objektif lagi
b.
Bentuk Pilihan Alternatif
Beberapa ragam pilihan
alternatif:
1) Ragam
“Benar” atau “Salah”
Ragam ini berupa
pernyataan yang akan dinilai sebagai “benar” atau “salah”.
Contoh: Pelaksanaan
Program Keluarga Berencana mengakibatkan berkurangnya jumlah penduduk Indonesia
dari tahun ke tahun. B-S
2) Ragam
Betul-Salah
Ragam ini
terdiri dan sebuah kalimat, perhitungan, atau ungkapan lain yang harus dinilai
betul atau salah, tergantung pada tepat tidaknya tulisannya atau tata
bahasanya.
3) Ragam
Ya-Tidak
Ragam ini
terdiri dari pertanyaan langsung yang harus dijawab dengan Ya atau Tidak.
Contoh: Dapatkah
kemakmuran itu terjadi?
Bentuk ini
tampaknya mempunyai kesamaan dengan bentuk Benar-Salah. Perbedaannya
hanya terletak pada jawabannya yaitu pada ragam Benar-Salah, jawabannya
adalah Benar atau Salah. Sedangkan dalam ragam ini jawabannya adalah Ya
atau Tidak.
4) Ragam
Kelompok
Ragam ini
terdiri dan satu item yang tidak lengkap dengan beberapa isian sebagai
pelengkap, yang masing-masingnya harus dinilai benar atau salah.
Contoh: Hukum
permintaan dan penawaran berlaku
a) Cateris
paribus
b) Permintaan
bertambah harga naik
c) Penawaran
bertambah harga turun
d) Permintaan
berkurang harga turun
5) Ragam
Pembetulan
Dalam ragam ini
siswa diminta pula untuk membetulkan setiap kesalahan dalam soal-soal dengan
jalan mengganti bagian yang digaris bawahi dengan yang benar.
Contoh: Hari
lahir Pancasila adalah 1 Juli 1945 ( ... ... ... ... ... )
Karena tanggal 1
Juli 1945 itu salah; maka siswa harus menuliskan tanggal yang benar yakni 18
Agustus 1945 dalam ruang yang tersedia.
c.
Bentuk Menjodohkan
1) Wujudnya
Terdiri dari
serangkaian premis, serangkaian jawaban, dan petunjuk menjodohkan premis dengan
jawaban-jawaban tersebut.
2) Sistem
Penomoran
Tergantung pada
sistem menjawab, yaitu:
a) Di
lembar jawaban atau
b) Langsung
dalam buku soal
Apabila sistem “di lembar jawaban” yang dipakai maka
baik premis maupun jawaban diberi nomor atau tanda yang membedakan premis yang
diberi nomor sedangkan jawaban tidak
Di depan jawaban ada ruang untuk menuliskan nomor
jodohnya.
3) Sistem
Penjodohan ada dua sistem, yaitu:
a) Penjodohan
sempurna
b) Penjodohan
tak sempurna
Dalam sistem penjodohan sempurna, tiap satu butir
dalam premis memiliki satu jawaban sebagai jodohnya. Sedangkan dalam sistem
penjodohan tak sempurna terdapat dua atau lebih butir dalam premis yang bersama
mempunyai satu pasangan (jodoh).
4) Pilihan
ganda
a)
Wujud tes pilihan ganda
Tes pilihan
ganda terdiri dari:
·
Stern atau pokok soal:
Berbentuk:
*
Pertanyaan pengantar
*
Pertanyaan tak lengkap
·
Jawaban jawaban: berbentuk:
*
Jawaban yang di usulkan
*
Pengisian/pelengkap pernyataan
Jawaban terdiri dari:
v Kunci,
yaitu jawaban atau jawaban-jawaban yang benar, dan
v Distructor
atau “pengecoh”, yaitu jawaban yang tidak benar atau yang menyesatkan.[14]
E.
Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian
Belajar dan Pembelajaran
a.
Pengertian Belajar
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004),
belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman.
Menurut Gagne
dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang
didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan
perubahan perilaku.
b.
Pengertian Pembelajaran
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S.
Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang
dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
2. Ciri-ciri
Belajar dan Pembelajaran
a.
Ciri-Ciri Belajar
Ciri-ciri
belajar yaitu:
1) Belajar
harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan
tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja, tetapi juga
meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor)
2) Perubahan
itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan prilaku yang terjadi pada
individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi
ini dapat berupa interaksi fisik dan psikis
3) Perubahan
perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen
b.
Ciri-ciri Pembelajaran
Ciri utama dari
pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa.
Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan,
dan evaluasi pembelajaran.
F.
Evaluasi Belajar dan Evaluasi Pembelajaran
1. Pengertian
Evaluasi Pembelajaran/Evaluasi Belajar
Evaluasi belajar
adalah penilaian dan pengukuran terhadap proses perolehan belajar anak/peserta
didik.
Evaluasi pembelajaran
adalah proses untuk menentukan nilai pembelajaran yang dilaksanakan, dengan
melalui kegiatan pengukuran dan penilaian pembelajaran. Pengukuran yang
dimaksud di sini adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan pembelajaran
dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah ditentukan secara
kuantitatif, sedangkan penilaian yang dimaksud disini adalah proses pembuatan
keputusan nilai keberhasilan pembelajaran secara kualitatif.[15]
2. Sasaran
Evaluasi Pembelajaran/Belajar
Sasaran evaluasi
hasil belajar siswa adalah penguasaan kompetensi. Dalam hal ini kompetensi
diartikan sebagai:
a. Seperangkat
tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang
pekerjaan tertentu. (SK. Mendiknas No. 045/U/2002)
b. Kemampuan
yang dapat dilakukan oleh peserta didik yang mencakup pengetahuan keterampilan
dan perilaku.[16]
G.
Guru IPS dan Evaluasi Belajar
Evaluasi yang
banyak dilakukan oleh guru (guru IPS) ialah evaluasi belajar (evaluasi hasil
belajar. Evaluasi jenis ini secara tradisional telah dilakukan orang sejak
adanya kegiatan belajar-mengajar. Meskipun demikian, dengan adanya perkembangan
dalam bidang studi evaluasi maka jenis evaluasi belajar ini pun mengalami
banyak perubahan.
Perubahan-perubahan
tersebut terjadi terutama disebabkan oleh adanya keinginan untuk lebih
memperbaiki daya ukur dan juga cara memberikan keputusan terhadap hasil ukur.
Perbaikan dalam daya ukur itu umpannya tercermin dalam upaya menghubungkan
pengukuran tersebut dengan tujuan yang akan dicapai oleh suatu program
pengajaran. Maksudnya, model evaluasi yang dikembangkan pada saat ini sangat
mengacu pada model yang dikenal dengan nama pendekatan pada tujuan pengajaran
yaitu hasil belajar yang diharapkan dari siswa setelah melalui kegiatan belajar
tertentu.[17]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Guru
IPS adalah Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini serta jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah dalam bidang penelaahan atau kajian tentang masyarakat
(IPS).
Evaluasi yang
banyak dilakukan oleh guru (guru IPS) ialah evaluasi belajar (evaluasi hasil
belajar). Evaluasi belajar adalah penilaian dan pengukuran terhadap proses
perolehan belajar anak/peserta didik. Sasaran evaluasi hasil belajar siswa
adalah penguasaan kompetensi.
Dengan
adanya perkembangan dalam bidang studi evaluasi maka jenis evaluasi belajar ini
pun mengalami banyak perubahan.
Perubahan-perubahan
tersebut terjadi terutama disebabkan oleh adanya keinginan untuk lebih
memperbaiki daya ukur dan juga cara memberikan keputusan terhadap hasil ukur.
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Muhammad.
1984. Kamus Arab Indonesia. Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah
AL-Qur’an
Shaleh, Abdul
Rachman. 2000. Pendidikan Agama dan Keagamaan. Jakarta : PT. Gemawindu Pancaperkasa
Dep. Pend. Dan
Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
S. Winataputra,
Udin. 1993. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka
___________ 2006. Undang
– undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Jakarta : Departemen Agama RI
Jamaludin. 2002. Pembelajaran yang Efektif.
Jakarta : Departemen Agama RI
_____________ 2003.
Standar Penilaian di Kelas. Jakarta : Departemen Agama RI
Usman, Moh. Uzer. 1995.
Menjadi Guru Professional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Suherman Aris dkk. 2008. Pendidikan Ilmu
Pengetahuan IPS (P.IPS). Cirebon : STAIN Press
ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/Evaluasipembelajaran
aanchoto.com/2011/03/sasaran-subjek-prinsipevaluasipembelajaran
Kangocim.com/2009/10/08/makalah-konseppendidikanIPSdankarakteristikpendidikanIPS
Massofa.wordpress.com/2010/12/9/pengertian
IPS
[1] Muhammad Yunus, Kamus
Arab Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penterjemah AL-Qur’an, Jakarta, 1984,
hlm. 747
[2] Dep. Pend. Dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990,
hlm. 288
[3] Undang –
undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Departemen Agama RI, Jakarta, 2006 hlm. 2
[4] Drs. Moh. Uzer
Usman, Menjadi Guru Professional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 6
[5] Drs. Moh. Uzer
Usman, Menjadi Guru Professional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 9
[6] Drs. Moh. Uzer
Usman, Menjadi Guru Professional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
1995, hlm. 14
[7] Standar
Penilaian di Kelas, Departemen Agama RI, Jakarta, 2003, hlm. 1
[8] Jamaludin M. Ed,
Pembelajaran yang Efektif, Departemen Agama RI, Jakarta, 2002, hlm. 36
[9]
Massofa.wordpress.com/2010/12/9/pengertian IPS
[10]
Kangocim.com/2009/10/08/makalah-konseppendidikanIPSdankarakteristikpendidikanIPS
[11] Abdul Rachman
Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, PT. Gemawindu Pancaperkasa,
Jakarta, 2000, hlm. 71
[12] Abdul Rachman Shaleh,
Pendidikan Agama dan Keagamaan, PT. Gemawindu Pancaperkasa, Jakarta,
2000, hlm. 74
[13] Abdul Rachman
Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, PT. Gemawindu Pancaperkasa,
Jakarta, 2000, hlm. 76
[14] Drs. Aris
Suherman dkk, Pendidikan Ilmu Pengetahuan IPS (P.IPS), STAIN Press,
Cirebon, 2008, hlm. 155
[15]
ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/Evaluasipembelajaran
[16]
aanchoto.com/2011/03/sasaran-subjek-prinsipevaluasipembelajaran
[17] Udin S.
Winataputra, Belajar dan Pembelajaran, Universitas Terbuka, Jakarta,
1993, hlm. 177
Tidak ada komentar:
Posting Komentar